-->

Cara Pemungutan Pajak Sistem Pemungutan Dan Contohnya

Advertisemen
Cara Pemungutan Pajak

Cara Pemungutan Pajak Sistem Pemungutan

Menurut P.J.A Andiani yang telah diterjemahkan oleh R Santoso Brotodiharjo. (1991:2) "Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan". Beberapa ahli memberikan batasan pengertian pajak dari berbagai pandangan yaitu segi ekonomi, segi hukum, segi sosiologi dan lain sebagainya. 

Cara Pemungutan Pajak

Cara pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan 3 (tiga) stelsel (Waluyo dan Wirawan, 2002 : 17), yaitu :
a. Stelsel Nyata (riil stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada obyek (penghasilan) yang nyata, sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya telah dapat diketahui. Kelebihan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis. Kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui).

b. Stelsel Anggapan
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh Undang Undang. Misalnya, penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya sehingga pada awal tahun pajak telah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Kelebihan stelsel ini adalah pajak yang dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu akhir tahun. Kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya.

c. Stelsel Campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhirnya tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Apabila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar daripada pajak menurut anggapan, maka Wajib Pajak harus menambah kekurangannya. Demikian pula sebaliknya, apabila lebih kecil maka kelebihannya dapat diminta kembali.

  Sistem pemungutan pajak dapat dibagi (Waluyo dan Wirawan, 2002 : 18), menjadi :
a. Official Assesment System
Merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

Ciri-ciri Official Assesment System, yaitu :
  1. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada fiskus.
  2. Wajib Pajak bersifat pasif.
  3. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.
b. Self Assesment System
Merupakan suatu system pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang terutang.

Ciri-ciri Self Assesment System, yaitu :
  1. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri.
  2. Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.
  3. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi. 
Baca juga :  Dasar Pengenaan Pajak , Cara Menghitung Pajak Pertambahan Nilai
    c. Withholding System
    Merupakan system pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

    Ciri-ciri Withholding System, yaitu :

    Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ke-3, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak. Untuk mencapai tujuan pemungutan pajak, dalam memilih alternatif pemungutannya perlu didasarkan pada asas-asas pemungutan pajak sehingga terdapat keserasian antara pemungutan pajak dengan tujuan dan asasnya. Dalam bukunya “An Inquiri into the nature and Causes of the Wealth of %ations”, Adam Smith menyatakan (Waluyo dan Wirawan, 2002 : 14-15) bahwa pemungutan pajak hendaknya didasarkan pada asas :
    1. Equality
    Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata, yaitu dikenakan kepada orang pribadi yang harus sebanding dengan kemampuan membayar pajaknya dan sesuai dengan manfaat yang diterima.  

    2. Certainty
    Penetapan pajak tidak ditentukan dengan sewenang-wenang. Oleh karena itu wajib pajak harus mengetahui secara jelas dan pasti pajak yang terutang, kapan harus dibayar, serta batas waktu pembayaran.

    3. Convenience
    Kapan wajib pajak itu harus membayar sebaiknya sesuai dengan saat-saat yang tidak menyulitkan wajib pajak.

    4. Economy
    Secara ekonomi bahwa biaya pemungutan dan biaya pemenuhan kewajiban pajak bagi wajib pajak diharapkan seminimum mungkin, demikian pula beban yang dipikul wajib pajak.

    Jenis Pajak
    Jenis-jenis pajak digolongkan menjadi 3 (tiga) macam (Waluyo dan Wirawan, 2002 : 13-14), yaitu menurut sifat, golongan, dan lembaga pemungutannya yaitu :

    a. Menurut Golongan 

    1. Pajak Langsung (Direct Tax) Adalah pajak yang dipungut secara berkala dimana pembebanannya tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung Wajib Pajak yang bersangkutan secara ekonomi.
    Contoh : Pajak Penghasilan.

    2. Pajak Tidak Langsung (Indirect Tax) Adalah pajak yang dipungut tidak secara berkala dan tidak langsung dimana pembebanannya dapat dilimpahkan kepada pihak lain. Pemungutannya bersifat insidentil.
    Contoh : Pajak Pertambahan Nilai

    b. Menurut Sifat 

    Pembagian pajak menurut sifatnya dimaksudkan pembedaan dan pembagiannya berdasarkan ciri-ciri prinsip :
    1. Pajak Subyektif Adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subyeknya yang selanjutnya dicari syarat obyektifnya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
    Contoh : Pajak Penghasilan.

    2.Pajak Obyektif Adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada obyeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
    Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah

    c. Menurut Pemungut dan Pengelolanya 

    1. Pajak Pusat Adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.
    Contoh : Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Materai.

    2. Pajak Daerah Adalah pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah Tingkat I dan Tingkat II dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Daerah Otonom Tingkat I dan Tingkat II. Pajak daerah dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu :

    a. Pajak Daerah Tingkat I (propinsi)
    Contoh : Pajak Kendaraan Bermotor dan kendaraan di Atas Air.

    b. Pajak Daerah Tingkat II (kotamadya/kabupaten)
    Contoh : Pajak Reklame, Pajak Hiburan.

      Secara ekonomis, untuk membedakan pajak langsung dengan pajak tidak
    langsung, dapat dilihat adanya 3 (tiga) unsur, yaitu :

    a. Penanggung jawab pajak (tax payer), adalah orang yang secara formil yuridis
    diharuskan melunasi pajak, bila padanya terdapat faktor/kejadian yang
    menimbulkan sebab untuk dikenakan pajak.

    b. Penanggung pajak adalah orang yang dalam faktanya dalam arti ekonomis
    memikul beban pajak.

    c. Pemikul beban pajak adalah orang yang menurut maksud pembuat Undang
    Undang harus memikul beban pajak (destinatiris).
    Advertisemen

    Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
    Related Posts
    Disqus Comments
    © Copyright 2017 Strategi Marketing - All Rights Reserved - Template Created by goomsite & Kaizen Template - Proudly powered by Blogger