-->

Budaya Kaizen Budaya Organisasi Jepang

Advertisemen
Budaya Kaizen Budaya Organisasi Jepang

Budaya Kaizen Budaya Organisasi Jepang

Pengertian budaya kaizen Dalam Slide nya, Waluyo (2006 : 1) menuliskan bahwa, Sejak awal, ketika mengadopsi sistem kualitas, perusahaan-perusahaan Jepang selalu mempertimbangkan budaya setempat dan Jepang unggul karena menggunakan pendekatan adaptasi budaya dalam penjualan produknya. Keunggulan kompetitif produk jepang adalah budaya organisasi yang akan menjadi “ key drivers”, budaya organisasi adalah “soft side” sedangkan “hard side”meliputi struktural, sistem produksi, teknologi dan desain.

Kemudian Waluyo (2006 : 3) menjelaskan bahwa, Budaya organisasi masyarakat Jepang disebut “kaizen” yang secara bahasa jepang “kai” berarti Perubahan sedangkan “zen” berarti baik dan secara istilah artinya adalah “perbaikan” dan “penyempurnaan berkesinambungan” yang melibatkan semua anggota dalam hirarki perusahaan, baik manajemen maupun karyawan.

Sedangkan Hardjosoedarmo (2004 : 147) mendefinisikan Kaizen atau perbaikan secara berkelanjutan adalah perbaikan proses secara terus menerus untuk selalu meningkatkan mutu dan produktifitas output

Ini berarti bahwa dalam kaizen itu diupayakan menuju tujuan yang telah digariskan secara lambat laun, tetapi secara konsisten, sehingga sesudah suatu kurun waktu tertentu dicapai efek total yang besar dalam hal proses dan hasil karya individu.

Secara harfiah, Kaizen” berarti “perbaikan terus-menerus”. Banyak pemimpin perusahaan/manajer yang merasa sudah puas dengan sistem perusahaannya, yang dirasakan sudah berjalan dengan baik. Para pemimpin dan manajer itu berpikir, “Kalau sistem perusahaan saya tidak rusak, mengapa harus diganti dengan yang baru? Untuk saat ini, kita cukup bekerja dengan mengikuti arus saja!”. Nah, menurut Kaizen, perubahan zaman terjadi setiap saat. Kita perlu melakukan inovasi (secara proporsional dan profesional) untuk beradaptasi dengannya.

Sedangkan secara etimologi, Kaizen berarti penyempurnaan berkesinambungan yang melibatkan semua anggota dalam hirarkhi perusahaan, baik manajemen maupun karyawan. Inti dari Kaizen adalah kesadaran bahwa manajemen harus memuaskan pelanggan dan memenuhi kebutuhan pelanggan, jika perusahaan ingin tetap eksis, memperoleh laba, dan berkembang. Adapun tujuannya adalah untuk menyempurnakan mutu, proses, sistem, biaya, dan penjadwalan demi kepuasan pelanggan. Dalam menggapplikasikan nilainya, Kaizen menerapkan metode :
  1. Pertama –> mengubah cara kerja karyawan sehingga karyawan bekerja lebih produktif, tidak terlalu melelahkan, lebih efisien, dan aman
  2. Kedua –> memperbaiki peralatan
  3. Ketiga –> memperbaiki prosedur

    Konsep kaizen
    • Konsep Kaizen dibagi dalam 3 segmen, yaitu Pertama, berorientasi pada manajemen. Manajemen Jepang umumnya percaya bahwa seorang manajer harus menggunakan 50% waktunya untuk penyempurnaan. Mulai dengan mengidentifikasi “pemborosan” maupun “aktivitas karyawan.” Kedua, berorientasi pada kelompok “gugus kendali mutu” dan “aktivitas kelompok kecil” untuk mengidentifikasi penyebab masalah, menganalisis, melaksanakan, mencoba tindakan baru, dan menetapkan standar/ prosedur baru. Ketiga, berorientasi pada individu, tercermin dalam bentuk keterampilan karyawan dalam menyampaikan pemikiran dan saran, sebagai upaya pengembangan diri karyawan.
    • Kunci utama: setiap karyawan dari berbagai tingkatan agar terus menerus menyempurnakan keahlian dan mengembangkan bakat yang dimiliki, yang dapat meningkatkan kepuasan kerja.

    Salah satu falsafah kaizen yang paling penting dan kontroversial adalah bahwa proses perbaikan tersebut diusahakan terutama agar tidak membawa konsekuensi biaya, tetapi justru menghasilkan penghematan

    Kaizen, memusatkan perhatian pada penghapusan pemborosan serta proses yang tidak perlu, dan pencegahan hasil yang rusak dengan cara mencanangkan mutu hasil sejak awal prosesnya. Penerapan azas-azas penyederhanaan kerja dalam perbaikan proses merupakan gambaran penerapan falsafah kaizen

    Penerapan azas-azas penyederhanaan kerja dalam perbaikan proses merupakan gambaran penerapan falsafah kaizen menurut Hardjosoedarmo (2004 : 148)

    Ada empat langkah dalam azas penyederhanaan, yang urutannya perlu diikuti :
    1. Langkah Pertama : Hilangkan semua langkah yang tidak perlu. Disini langkah-lagkah yag tidak menambah nilai atau mutu diungkapkan dan dihilangkan untuk kemudian dihilangkan
    2. Langkah Kedua : Mengadakan analisis untuk kemungkinan mengadakan kombinasi, konsolidasi dan melaksanakan langkah-langkah dalam proses menuju hasil
    3. Langkah ketiga : Adakan perubahan terhadap proses-proses. Yaitu memeriksa semua proses yang ada untuk kemungkinan diadakan perubahan dalam urutannya
    4. Langkah Ke empat : Tambahkan sumber daya atau adakan penggantian langkah dalam proses.

    Baca juga : Pengertian Budaya Organisasi, Fungsi, Contoh Dan Definisi Menurut Para Ahli

    Apabila dengan melaksanakan langkah kaizen diatas kita tidak dapat mencapai tujuan perbaikan kerja yang dimaksud, maka sebagai langkah terakhir kaizen adalah menambah sumberdaya sebagai investasi dan substitusi langkah-langkah baru yang lebih cepat. Langkah kaizen keempat ini lebih bayak memerlukan uang dari pada otak, ini merupakan pilihan yang paling banyak membutuhkan biaya, sehingga hanya dilakukan sebagai upaya terakhir

    Menciptakan suasana kerjasama dan kebudayaan perusahaan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari program kaizen (Imai, 2001 : 205). Semua program kaizen yang diimplementasikan di Jepang memiliki satu syarat yang sama yaitu : mendapatkan kesediaan karyawan dan mengatasi perlawanannya terhadap perusahaan. Untuk mencapai ini diperlukan :
    1. Usaha terus menerus untuk meningkatkan hubungan industrial. Hubungan industrial adalah tingkat sejauhmana perusahaan membina hubungan dengan karyawan melalui hubungan atau penghargaan serta melibatkan organisasi karyawan seperti serikat pekerja dan koperasi karyawan, untuk bersama-sama memikirkan penyempurnaan perusahaan
    2. Mengutamakan latihan dan pendidikan karyawan, yaitu perusahaan memberikan pelatihan dan pendidikan bagi karyawan serta membangun pola pikir karyawan untuk meningkatkan kualitas kerjanya
    3. Mengembangkan pemimpin tidak formal diantara karyawan, yaitu menciptakan hubungan yang hangat antara atasan dan bawahannya, adanya rasa saling percaya, kekeluargaan dan lain sebagainya
    4. Membentuk aktivitas kelompok kecil seperti gugus kendali mutu, yaitu dorongan dari organisasi kepada karyawan untuk membentuk aktifitas dalam kelompok-kelompok kecil yang secara sukarela melaksanakan kegiatan pengendalian mutu ditempat kerja
    5. Membawa kehidupan sosial kedalam tempat kerja, yaitu perusahaan harus mampu membina karyawan agar saling menghargai dan menciptakan hubungan yang harmonis dengan karyawan
    6. Melatih penyelia sehingga mereka dapat berkomunikasi lebih baik dengan karyawan, dan dapat menciptakan keterlibatan pribadi yang lebih positif dengan karyawan
    7. Membawa disiplin ke, tempat kerja yaitu perusahaan harus mendorong karyawan untuk selalu menerapkan kedisiplinan diri ditempat kerja sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan
    8. Usaha terus-menerus untuk meningkatkan hubungan dengan karyawan melalui hubungan atau penghargaan, serta melibatkan organisasi karyawan seperti serikat pekerja dan koperasi karyawan untuk bersama-sama memikirkan penyempurnaan perusahaan
    9. Berusaha bersungguh-sungguh untuk membuat tempat kerja sebagai tempat dimana karyawan dapat mengejar tujuan hidup. Tempat kerja, adalah sejauhmana perusahaan menciptakan suasana dimana karyawan akan merasa bahwa lingkungan kerja menjadi tempat yang nyaman dan kondusif yang akan mendorong produktifitas dan kreatifitas karyawan, serta karyawan merasa memiliki komitmen kepada perusahaan

    Imai (1996:216) menyatakan keyakinannya bahwa, konsep budaya kaizen tidak hanya berlaku di Jepang saja, hal ini berdasarkan observasi bahwa semua orang memiliki keinginan naluriah untuk selalu mengarahkan dirinya kearah yang lebih baik

    Hafidhuddin et. Al (2003: 65) menyebutkan bahwa, budaya asing tidak selamanya negatif tetapi juga tidak selalu positif. Dalam Islam diajarkan bahwa, budaya dari manapun asalnya, asalkan tidak bertentangan dengan Agama Islam sendiri, apalagi jika membawa kebaikan maka hal itu boleh diadopsi dan ditiru
    Advertisemen

    Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
    Related Posts
    Disqus Comments
    © Copyright 2017 Strategi Marketing - All Rights Reserved - Template Created by goomsite & Kaizen Template - Proudly powered by Blogger